Perlindunga Hukum Terhadap Tertanggung Dari Perusahaan Asuransi Yang Dinyatakan Pailit
Manusia kerap kali berhadapan dengan peristiwa yang tidak pasti, dapat menimbulkan kerugian ataupun keuntungan. Hal ini membuat manusia menemukan suatu cara untuk meminimalisir resiko tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk hal itu iyalah perasuransian.
Asuransi adalah suatu persetujuan antara dua pihak atau
lebih dengan mengumpulkan dana untuk menanggulangi suatu kerugian yang
dilakukan dengan pemindahan resiko dari beberapa orang atau individu terhadap
seorang individu atau sekelompok orang.
Pada umumya perusahaan yang bergerak dibidang asuransi
adalah berbadan hukum perseroan. Badan hukum perseroan menjalankan kegiatannya
berdasarkan undang-undang. Didalam
KUHD
Pasal 246 menyebutkan asuransi adalah perjanjian, dimana penanggung
mengikat diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan
kepdanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat
keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti.
Ditetapkannya UU No. 2 Tahun 1992 dan diperbaharui menjadi
UU No. 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian, Usaha asuransi
mempunyai payung hukum yang kuat dalam menjalankan usaha asuransi sehingga
terpenuhinya hak dan kewajiban antar pihak.
Apabila Pengadilan Niaga menyatakan suatu perusahaan
asuransi pailit, maka tertangung masih dapat memperoleh haknya sebagaimana
diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan yakni penunjukan
kurator dan hakim pengawas oleh hakim pengadilan. Selanjutnya pada Pasal 16 ayat (1) menyatakan hak debitur
pailit untuk menguasai dengan mengurus harta kekayaan yang termasuk dalam harta
pailit diambil alih oleh kurator.
Komentar
Posting Komentar